Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penanganan Sistemik Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Berdasarkan data lembaga perlindungan anak pada tahun 2010-2014 tercatat 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah ini, 58 persen dikategorikan sebagai kejahatan seksual. Sisanya berupa kekerasan fisik, penelantaran dan lainnya.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh; serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual. (www.parenting.co.id, diakses pada 21 Mei 2014).


Usia anak-anak merupakan usia emas di mana luapan harapan dan mimpi-mimpi mulai diukir. Mereka tidak terlalu mengerti bahwa kejahatan semcam kekerasan seksual bisa jadi terus mengintai mereka,dan menunggu momen yang tepat. Kekerasan seksual bisa datang dari keluarga, lingkungan bermain, lingkungan belajar di masyarakat dan sekolah.

Beberapa dari anak korban kekerasan seksual sulit untuk menjelaskan atas apa yang mereka alami. Hal ini bisa dipengaruhi karena sangat lihainya tersangka dalam membujuk rayu korban atau efek traumatik atas pengalaman yang kekerasan seksual yang mereka alami. Bahkan beberapa dari korban pelecehan seksual ini merasa di tertekan mentalnya karena ancaman dari tersangka yang bahkan dari keluarga mereka sendiri.

Baca juga:
Optimalisasi Peran Pendidikan Orang Tua Guna Menekan Kekerasan Terhadap Anak
Mengenal Potensi Anak Sejak Dini
Mendidik Kemandirian Anak; Mengantisipasi Peter Pan Syndrome dan Cinderella Complex

UNICEF salah satu badan PBB yang fokus dalam pendidikan dan perlindungan terhadap anak pada tahun 2012 pernah mennjabarkan perlindungan berbasis sistem untuk menanggulangi kejahatan dan kekerasan seksual pada anak. Komponen-kompenen didalam perlindungan terhadap anak yang berbasis sistem (UNICEF, 2012) meliputi:

1. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi anak-anak dan keluarga. 
Sistem ini bertujuan mencegah terjadi dan terulangnya perlakuan salah, kekerasan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak melalui peningkatan kapasitas keluarga yang bertanggung jawab agar tercapainya kesejahteraan dan perlindungan anak.

Layanan kesejahteraan sosial merupakan bentuk sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga. Melalui layanan kesejahteraan sosial, diharapkan adanya penguatan dan pemberian pelayanan kesejahteraan serta perlindungan anak. Akan didapatkan gambaran yang jelas tentang tugas, tanggung jawab dan proses kelembagaan di setiap tingkat.

2. Sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional. 
Sistem peradilan disini terkait dengan kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan dan sesuai dengan standard internasional. Kerangka hukum yang menyeluruh dan mengikat diperlukan di tingkat pusat. Selanjutnya, kerangka hukum dan peraturan di tingkat provinsi dan kabupaten harus sejalan dengan kerangka hukum nasional bahkan internasional. Kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung sistem perlindungan anak tersebut meliputi sistem data dan informasi untuk perlindungan anak.

3. Mekanisme untuk mendorong perilaku yang tepat dalam masyarakat. 
Di tingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut (sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan keluarga serta sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional harus disatukan dalam rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong kesejahteraan dan perlindungan anak dan meningkatkan kapasitas keluarga dan masyarakat untuk memenuhi tanggung jawab mereka.

Komponen-komponen di atas masih bersifat umum. Saya menggaris bawahi bahwa komponen ketiga yaitu pelayanan perlindungan anak yang sistemik, mampu mencakup keseluruhan kedua komponen yang sebelumnya. Perlindungan anak harus melibatkan peran semua entitas tempat seorang anak eksis. Keluarga, Lingkungan masyarakat dan sekolah bekerja sama mengawasi sang anak dengan caranya masing-masing.

Semua pihak bekerja sama untuk mengeliminir potensi atas kekerasan seksual terhadap anak. Di keluarga misalnya orang tua seharusnya memberikan pengwasan terhadap tontonan anak-anak yang berbau pornografi dan mendampingi sang anak ketika menonton siaran televise serta memberikan penjelasan terkait hal-hal yang berbau pornografi.

Di sekolah dan di masyarakat sering terdapat oknum yang orientasi seksualnya tinggi. Hal ini perlu diwaspadai bersama dan perlu diberikan perhatian khusus. Guru ataupun sesepuh masyarakat yang menemukan ciri-ciri oknum seperti ini sebaiknya memberikan nasehat ataupun sindiran terhadap orientasi seksualnya yang berlebihan. Selain itu pergaulan anak di sekolah dan di masyarakat juga perlu untuk diawasi. Terkadang sang anak tiba-tiba sering menunjukkan perilaku yang aneh, diam saja atau murung, hal ini merupakan indikasi sang anak sedang terlibat masalah.

Kepekaan semua pihak untuk bersama-sama mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak sangat diharapkan. Mari bersama-sama kita menyumbang peran sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, agar hal ini tidak menimpa kepada anak keturunan kita.
Ahmad Ra'id

Post a Comment for "Penanganan Sistemik Kekerasan Seksual Terhadap Anak"