Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masalah Utama Pendidikan Indonesia adalah Guru

Persoalan dunia pendidikan di Indonesia seakan terus saja bergulir dan belum menemukan titik terang kemajuan yang berarti. Kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh mahalnya biaya pendidikan menjadikan hanya masyarakat dengan kemampuan ekonomi tertentu yang dapat mengenyam pendidikan berkualitas hingga perguruan tinggi. Hal ini semakin menyebabkan perbedaan sosial antar daerah dan provinsi, kota dan desa, pusat dan pelosok.

Fakta yang miris sekarang ini adalah banyak remaja-remaja kampung yang pergi ke kota dan mendatangi suatu bangunan sekolah, namun bukannya untuk melanjutkan sekolah tetapi mereka menjadi buruh bangunan untuk membangun sekolah-sekolah mewah yang biayanya selangit dan tak mungkin dapat dinikmati oleh para kuli bangunan tersebut. Meskipun beberapa pemuda dari desa juga ada yang melanjutkan pendidikan ke pusat-pusat kota, namun jumlah mereka tidak terlalu signifikan dari segi kuantitas. Hal ini tentunya akan berpengaruh bagi masa depan bangsa ini, karena bagaimanapun kualitas generasi muda akan menentukan arah masa depan bangsa.

Berbagai permasalahan lain juga tidak bisa dikesampingkan seperti ribuan sekolah rusak dan ambruk, jutaan anak putus sekolah, tawuran antar pelajar, kekerasan guru kepada siswanya atau sebaliknya  yang semakin menambah kompleksitas masalah pendidikan di negeri ini. Satu lagi permasalahan yang sampai kini tak kunjung tuntas yaitu terkait dengan guru.

Guru adalah permasalah utama dalam menentukan wajah pendidikan. Guru merupakan lokomotif yang mampu menggerakkan arah pendidikan menuju tujuannya yaitu pembentukan manusia paripurna yang mempunyai daya untuk menjalani hidupnya sesuai dengan fitrah kehidupannya sebagai manusia. Namun faktanya banyak kekeliruan dalam penangangan terhadap kualitas guru ini.

sertifikasi guru uji kompetensi guru
src img: http://nasional.tempo.co

Sertifikasi dan Uji Kompetensi, Antara Kulitas dan Formalitas

Sertifikasi, merupakan satu program pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Namun pada pelaksanaanya sertifikasi ini juga masih menyisakan banyak persoalan. Ini berarti sebuah persoalan yang ditangani dengan persoalan juga, bukannya dengan solusi.

Sertifikasi guru di Indonesia tidak berorientasi kelas, yaitu sebuah kegiatan belajar mengajar yang sesungguhnya terjadi antara guru dan siswa. Hal ini juga berarti bahwa pelaksanaan  sertifikasi dan portofolio hanya formalitas semata. Kualitas sebenarnya guru dalam mengajar adalah ketika guru itu berada dalam kelas yang sebenarnya, bersama murid-muridnya, bukan dalam skenario mengajar bersama teman-temannya di dalam kelas sertifikasi. Semua orang punya bakat untuk bersandiwara, apalagi jika sandiwaranya akan diberikan nilai dan nilai itu akan menentukan kelulusan. Bukannya bermaksud mengecilkan usaha guru dalam mencapai kelulusan sertifikasi ini, namun bagaimanapun kualitas guru sebenarnya adalah ketika mereka dihadapkan dengan berbagai macam tindakan siswa, bermacam-macam sifat siswa, berbagai karakter siswa dan rupa-rupa masalah siswa yang dihadapkan kepada gurunya dalam proses berpengetahuan di dalam kelas pembelajaran di sekolah.

Secara lebih sederhana seperti ini, ketika seorang guru melakukan simulasi praktik pembelajaran bersama teman-temannya dalam program sertifikasi, maka guru tersebut tidak akan mendapati siswa yang tidak mengerjakan PR, tidak akan ada siswa yang ribut sendiri di mejanya, tidak ada siswa yang berani mengolok-olok atau menyoraki gurunya yang kurang lucu, tidak akan ada juga siswa yang melipat kertasnya dan main pesawat kertas di dalam kelas. Dalam simulasi praktik pembelajaran tersebut seorang guru akan mendapati siswa yang patuh-patuh, penurut, dan tentunya wangi-wangi karena sudah tahu parfum beraneka merk. Semua praktikan akan saling support karena semuanya ingin lulus dan mendapatkan nilai terbaik. Ini baru satu hal, yaitu praktik pembelajaran, belum tugas-tugas lain yang dilaksanakan selama proses kegiatan sertifikasi tersebut yang semuanya bisa diskenariokan, direncanakan dengan baik dan terlaksana dengan baik pula. Apakah hal seperti ini mampu mencerminkan keadaan guru yang sebenarnya.

Uji Kompetensi Guru (UKG) yang belum lama ini digelar juga digadang-gadang sebagai cara untuk mengukur kualitas dan kompetensi guru. Nantinya hasil UKG ini akan dijadikan pedoman dalam menentukan pelatihan lanjutan yang diperlukan oleh guru-guru tersebut. Pertanyaannya adalah bisakah UKG ini mencerminkan keadaan sebenarnya kualitas kompetensi guru. Padahal pada praktik pembelajaran di sekolah, hanya untuk sekedar mengajarkan cara membaca "INI BUDI" di depan murid-muridnya, seorang guru itu  memerlukan metodologi pengajaran yang baik, belum lagi tentang mengajarkan etika, tatakrama, sosialisasi, dan berbagai macam hal yang tidak cukup jika hanya diuraikan dengan menjawab pertanyaan multiple choice di dalam layar monitor.
Baca Juga:

Pengukuran dan Pelatihan Kompetensi Guru Berbasis dan Berorientasi Kelas Pembelajaran

Sertifikasi Guru, Uji Kompetensi Guru, Sekolah Profesi atau apapun itu namanya akan lebih baik jika dilaksanakan berbasis dan berorientasi kelas pembelajaran sebenarnya, yaitu sebuah pelatihan dan pengukuran di dalam kelas ketika guru melakukan interaksi edukatif bersama siswa-siswanya. Hasil dari pengukuran kompetensi berbasis dan berorientasi kelas ini bisa dijadikan sebagai acuan yang valid. Sistem ini memang membutuhkan waktu, tenaga dan kematangan metode yang luar biasa. Namun hasil dari proses pelatihan dan peningkatan kompetensi guru berbasis kelas ini akan mencerminkan keadaan yang sebenarnya tentang bagaimana kompetensi guru tersebut, sehingga pelatihan bisa menyesuaikan kebutuhan masing-masing guru.

Proses pelatihan sebagai tindak lanjut dari hasil pengukuran di kelas ini juga tidak bisa melepaskan dari basis dan orientasi kelas. Artinya proses pelatihan lanjutan ini juga tetap melibatkan kelas pembelajaran bersama siswa. Setiap metodologi dan materi ajar dalam pelatihan lanjutan ini juga harus diterapkan dalam kelas sebenarnya, yaitu interaksi pembelajaran bersama siswa-siswa di dalam kelas. Proses itu terus dilakukan sampai setiap guru mencapai tingkat standar kompetensi yang diinginkan. 

Kualitas kompetensi guru adalah satu hal pokok yang akan menentukan kualitas pendidikan suatu bangsa. Oleh karena itu pelatihan dan peningkatan secara konsisten mutlak diperlukan. Ketrampilan dan kemampuan guru dalam mengajar bukanlah wahyu yang tiba-tiba saja turun dari langit, tetapi sebuah pengetahuan dan pengalaman yang harus terus diasah menyesuaikan perkembangan jaman yang begitu cepat berubah. Namun demikian dalam proses pelatihan dan peningkatan kulaitas kompetensi ini haru mempertimbangkan beberapa aspek yang kiranya memang dapat menjadi pemacu keberhasilan. 

Berbagai pihak baik pemerintah maupun dinas-dinas terkait harus melihat bahwa proses pelatihan dan peningkatan kualitas kompetensi guru bukan hanya sekedar rutinitas dan formalitas belaka, apalagi sekedar proyek menghabiskan anggaran negara. Banyak penyimpangan pemikiran yang telah salah kaprah akibat konsep yang keliru ini. Guru berlomba-lomba mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan tersebut, tidak semata-mata demi meningkatkan kualitas kompetensinya, tetapi lebih berorientasi pada perolehan poin dan predikat yang nantinya akan mereka dapatkan, yang akhirnya dapat menentukan kesejahteraan mereka. Guru memang layak untuk mendapatkaan penghargaan setinggi-tingginya, guru tidak perlu lagi mendapat gelar "pahlawan tanpa tanda jasa", justru guru harus diberikan tanda jasa sebanyak-banyaknya karena itu tanggung jawab negara. Namun demikian proses menuju kesana jangan sampai didasarkan pada kualitas dan kompetensi "semu" yang mengabaikan kebutuhan sebenarnya tentang bagaimana itu kualitas dan kompetensi guru.



Sholeh Fasthea

Post a Comment for "Masalah Utama Pendidikan Indonesia adalah Guru"