Ramadhan Sebagai Bulan Pembentukan Karakter Mulia
Ramadhan adalah bulan yang penuh kemuliaan, berbagai istilah untuk menyebut bulan ini menandakan bahwa dalam bulan Ramadhan terdapat berbagai keistimewaan yang dikaruniakan Allah SWT kepada hamba-NYA yang ingin meraih predikat taqwa. Keistimewaan Ramadhan ini dapat dirasakan oleh semua umat Muslim, khususnya yang mau dan patuh untuk menjalankan perintah-Nya di bulan suci ini.
Dalam kacamata pendidikan, bulan Ramadhan tidak hanya sebatas sebagai bulan ibadah yang dimana pahala atas ibadah yang dilakukan bulan Ramadhan ini akan diberikan pahala berkali-kali lipat. Namun Ramadhan juga merupakan bulan pendidikan. Melalui berbagai macam amalan wajib dan sunnah, Allah SWT dan Rosulullah Muhammad SAW mengajarkan banyak hal kepada umat Muslim. Kedisiplinan, simpati dan empati, kedermawanan, keteguhan prinsip, saling menghormati, adalah beberapa nilai-nilai yang diajarkan dalam bulan Ramadhan ini.
Oleh karena itu sudah selayaknya umat muslim menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kualitas diri, baik dalam urusan ibadah mahdah maupun ghairu mahdah, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Ramadhan juga merupakan bulan yang sangat baik untuk melatih diri dalam upaya peningkatan kualitas karakter, terutama dalam hal pembentukan karakter setiap pribadi agar mampu memiliki karakter mulia sebagai cerminan atas pribadi yang bertaqwa, yang merupakan tujuan akhir dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, masih saja dihadapkan dengan berbagai persoalan kehidupan sosial yang belum mencerminkan sepenuhnya pengamalan nilai-nilai keislaman. Fenomena permusuhan dan peperangan, perebutan jabatan, korupsi, narkoba, tawuran, pelecehan seksual, pornografi, bullying, pencurian dan perampokan, perbudakan, human traficking, dan fenomena sosial lainnya telah menjadi fakta ironis yang terjadi di sekitar kita.
Baca juga: Konsep Pesantren Karakter Ramadhan 2016
Fakta tersebut telah memunculkan pertanyaan mendasar, dimanakah pendidikan moral berfungsi. Benarkah agama sudah tidak lagi menjadi semangat kehidupan bagi beberapa bagian masyarakat, sehingga dengan mudahnya melakukan tindakan-tindakan destruktif yang mencerminkan minimnya pengamalan dan aktualisasi nilai-nilai kemuliaan agama dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fenomena tersebut memang telah menggejala sedemikian rupa akut dan memprihatinkan, namun demikian tidak serta merta kita bisa menyalahkan pihak-pihak tertentu, termasuk penyelenggara pendidikan. Akan tetapi tentunya perlu sebuah refleksi dasar untuk mencari sumber permasalahan yang menjadi akarnya sehingga didapatkan pintu jalan keluar yang efektif dan solutif bagi pemecahan masalah-masalah tersebut.
Satu titik dasar yang menjadi sorotan utama pada masalah-masalah di atas adalah terkait pikiran, sikap, dan perbuatan manusia itu sendiri atau bisa disimpulkan yaitu karakter manusia. Fenomena-fenomena ironis tersebut mencerminkan rendahnya kualitas karakter manusia, dimana manusia dengan mudahnya berbuat kerusakan dan perilaku destruktif lainnya baik yang berskala kecil maupun yang berakibat besar sehingga mempengaruhi tata kehidupan masyarakat secara lebih luas.
Melihat dari akar masalah yang ditemukan, maka salah satu jalan keluarnya adalah adanya pendidikan yang menitikberatkan pada pembentukan dan pembangunan karakter. Perihal pendidikan karakter ini sebenarnya memang telah banyak disinggung dan dikonsepkan dalam pendidikan Indonesia, namun tidak jarang yang hasilnya masih jauh dari harapan, karena landasan pendidikan yang kurang mendasar dan konsep program yang tidak komprehensif. Sehingga pendidikan karakter tersebut tidak juga mampu membangun sebuah peradaban bangsa yang bermartabat.
Baca juga: Konsep Pesantren Karakter Ramadhan 2016
Fakta tersebut telah memunculkan pertanyaan mendasar, dimanakah pendidikan moral berfungsi. Benarkah agama sudah tidak lagi menjadi semangat kehidupan bagi beberapa bagian masyarakat, sehingga dengan mudahnya melakukan tindakan-tindakan destruktif yang mencerminkan minimnya pengamalan dan aktualisasi nilai-nilai kemuliaan agama dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fenomena tersebut memang telah menggejala sedemikian rupa akut dan memprihatinkan, namun demikian tidak serta merta kita bisa menyalahkan pihak-pihak tertentu, termasuk penyelenggara pendidikan. Akan tetapi tentunya perlu sebuah refleksi dasar untuk mencari sumber permasalahan yang menjadi akarnya sehingga didapatkan pintu jalan keluar yang efektif dan solutif bagi pemecahan masalah-masalah tersebut.
Satu titik dasar yang menjadi sorotan utama pada masalah-masalah di atas adalah terkait pikiran, sikap, dan perbuatan manusia itu sendiri atau bisa disimpulkan yaitu karakter manusia. Fenomena-fenomena ironis tersebut mencerminkan rendahnya kualitas karakter manusia, dimana manusia dengan mudahnya berbuat kerusakan dan perilaku destruktif lainnya baik yang berskala kecil maupun yang berakibat besar sehingga mempengaruhi tata kehidupan masyarakat secara lebih luas.
Melihat dari akar masalah yang ditemukan, maka salah satu jalan keluarnya adalah adanya pendidikan yang menitikberatkan pada pembentukan dan pembangunan karakter. Perihal pendidikan karakter ini sebenarnya memang telah banyak disinggung dan dikonsepkan dalam pendidikan Indonesia, namun tidak jarang yang hasilnya masih jauh dari harapan, karena landasan pendidikan yang kurang mendasar dan konsep program yang tidak komprehensif. Sehingga pendidikan karakter tersebut tidak juga mampu membangun sebuah peradaban bangsa yang bermartabat.
Pembentukan karakter merupakan salah satu entitas dasar diturunkannya Al Quran pada bulan ramadhan sekitar lima belas abad yang lalu, kepada beliau rasul pilihan Nabi Muhammad SAW yang di dalam dirinyalah karakter mulia disandarkan. Al Quran merupakan tuntunan dan sumber utama kehidupan umat Islam. Oleh karena itu konsep pendidikan karakter yang didasarkan pada ajaran Islam yang tertuang dalam Al Quran dan Al Hadits merupakan keharusan bagi umat Islam. Melaui konsep ini, karakter yang dibangun mempunyai landasan yang sudah jelas kebenarannya, bukan lagi teori absurd yang masih mungkin disangkal keabsahannya.
Karakter yang digariskan dalam Islam mempunyai nilai transendensi, artinya pembangungan karakter yang dimaksud tidak hanya berorientasi pada tata kehidupan dunia, tetapi juga pada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. Dengan berdasar pada kemuliaan ajaran Islam, maka pembangunan karakter manusia didasarkan pada nilai profetik kenabian dan keilahiyan. Karakter yang didasarkan pada kenabian dan keilahiyan ini juga disebut sebagai karakter profetik. Karakter profetik dibangun berdasarkan nilai spiritualitas tinggi yang mampu mengantarkan setiap pribadi muslim berperan maksimal sesuai hakikat penciptaannya, yaitu sebagai hamba sekaligus khalifah yang harus selalu menciptakan kebermanfaatan dalam kehidupannya.
Karakter yang digariskan dalam Islam mempunyai nilai transendensi, artinya pembangungan karakter yang dimaksud tidak hanya berorientasi pada tata kehidupan dunia, tetapi juga pada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. Dengan berdasar pada kemuliaan ajaran Islam, maka pembangunan karakter manusia didasarkan pada nilai profetik kenabian dan keilahiyan. Karakter yang didasarkan pada kenabian dan keilahiyan ini juga disebut sebagai karakter profetik. Karakter profetik dibangun berdasarkan nilai spiritualitas tinggi yang mampu mengantarkan setiap pribadi muslim berperan maksimal sesuai hakikat penciptaannya, yaitu sebagai hamba sekaligus khalifah yang harus selalu menciptakan kebermanfaatan dalam kehidupannya.
Tujuan Pendidikan Karakter Profetik:
Sebagai sebuah model pendidikan karakter yang didasarkan pada Al Qur'an dan Al hadits, maka tujuan pendidikan karakter yang dicanangkan harus mempunyai tujuan yang jelas pada orientasi kehidupan seorang Muslim. Bahwa dalam setiap muslim tersemat hakikat kehidupan sebagai seorang Abdullah atau hamba Allah yang mempunyai tugas hidup untuk mengabdi dan melakukan perintah-NYA, serta manusia sebagai khalifatullah atau sebagai pribadi yang mempunyai tugas untuk memakmurkan kehidupan sosial. Manusia lahir di muka bumi bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi ia juga mempunyai tugas untuk menciptakan tata kehidupan yang damai, tentram, adil dan saling menjunjung nilai-niali kemanusiaan.
Oleh karena itu tujuan pendidikan karakter yang didasarkan pada Al Qur'an dan Al Hadits setidaknya memiliki tujuan:
- Melahirkan generasi yang dapat memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari
- Melahirkan generasi yang mempunyai kesadaran tentang pentingnya pembentukan karakter mulia bagi setiap pribadi, sehingga dapat menghindarkan diri dari perilaku negatif dan destruktif.
- Melahirkan pribadi-pribadi tangguh dan visioner yang siap menjadi inspirasi kebaikan bagi kehidupan di sekitarnya
- Melahirkan pribadi-pribadi berkarkter yang siap membermanfaatkan dirinya bagi pembangunan kehidupan bangsa yang lebih bermartabat
Bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat pas untuk menuangkan ide pendidikan karakter yang berlandaskan Al Qur'an dan Al Hadits ini. Kesadaran untuk meningkatkan diri biasanya lebih besar pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu lembaga pendidikan akan lebih dimudahkan dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan karakter ini. Program pendidikan karakter ini juga bisa dijadikan konsep dalam menyelenggarakan Pesantren Kilat yang biasanya dilakukan di sekolah/madrasah. Dengan adanya konsep yang matang tentang pelaksanaan pendidikan karakter ini, tentunya akan lebih mudah dalam rangka untuk mencapai target yang diharapkan. Sehingga hal ini dapat diharapkan menjadi manfaat bagi upaya penumbuhkembangan kesadaran bagi setiap diri untuk menjadi pribadi yang berkarakter mulia, yaitu pribadi yang lebih bermanfaat bagi kehidupannya, bukan menjadi pribadi yang justru gemar menimbulkan kerusakan bagi kehidupan.
Post a Comment for "Ramadhan Sebagai Bulan Pembentukan Karakter Mulia"
Post a Comment